Jakarta – JurnalRepublik, Ketua Komisi Kajian Ketatanegraan MPR RI, Taufik Basari, menegaskan bahwa semua lembaga negara wajib melaksanakan amanat untuk menjalankan kedaulatan rakyat sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan konstitusi. Semua lembaga negara seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, dan BPK, dan lembaga lain yang kewenangannya diatur oleh konstitusi, harus menempatkan konstitusi sebagai satu kontrak sosial atau amanah sehingga pelaksanaan wewenang harus sesuai dengan apa yang sudah diatur atau diperintahkan dalam konstitusi itu.
“Apabila kemudian keluar dari maksud konstitusi atau perintah konstitusi, maka di situ ada pelanggaran terhadap konstitusi. Ini harus dipegang teguh oleh semua orang yang menjalankan kedaulatan rakyat itu,” kata Taufik Basari usai Rapat Pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI, di GBHN Bawah, Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/10/2025). Rapat pleno ini menghadirkan narasumber Lukman Hakim Saifuddin (Wakil Ketua MPR periode 2009-2014, dan anggota Panitia Ad Hoc I saat perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002).
Diskusi dalam rapat pleno K3 ini membahas Pasal 1 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945. Sebelum amandemen UUD, pasal itu berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR RI”, kemudian berubah setelah amandemen menjadi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. “Dari perubahan itu terjadi pergeseran yaitu dari supremasi institusi atau MPR RI, berubah menjadi supremasi konstitusi. Ini menjadi pegangan kita,” jelas Taufik Basari.
Menurut Tobas, sapaan Taufik Basari, pembahasan tentang pelaksanaan kedaulatan rakyat ini terkait dengan beberapa demonstrasi pada akhir Agustus lalu. “Aksi-aksi demo itu memperlihatkan ada persoalan dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat ini, yaitu bagaimana mempertanggungjawabkan kedaulatan rakyat itu setelah mereka mendapat amanah berdasarkan konstitusi,” katanya.
Tobas menambahkan dengan adanya beberapa tuntutan dari publik, terkait pelaksanaan kedaulatan rakyat ini maka seluruh lembaga negara yang diberikan kewenangannya oleh konstitusi perlu melakukan refleksi dan kontemplasi serta kesadaran bahwa mereka bukanlah pemilik kekuasaan atau kedaulatan. Pemilik kedaulatan tetap berada di tangan rakyat.
“Kedaulatan rakyat itu dititipkan untuk dilaksanakan sebagai suatu amanat dan semuanya harus berdasarkan konstitusi. Ini penting dan semacam bagian kontemplasi dari seluruh orang-orang yang sekarang sedang menjalankan kekuasaan ini di berbagai lembaga masing-masing,” imbuhnya.
Desakan-desakan yang muncul dari masyarakat akhir-akhir ini, lanjut Taufik Basari, menjadi momentum seruan untuk melakukan refleksi dan kontemplasi. “Karena itulah, ketika menyadari bahwa segala hal yang dilakukan harus berdasarkan konstitusi, maka semua pihak pun harus memikirkan apa konsekuensi yang terjadi ketika kemudian kekuasaan ini tidak dijalankan berdasarkan konstitusi,” tuturnya.
“Momentum ini menjadi kesempatan yang sangat baik, dimulai dari diri sendiri dulu. Karena itu bagi seluruh orang-orang yang mendapatkan amanah ini perlu melakukan refleksi dan kontemplasi. Itulah pesan moral yang sedang kita kaji di Komisi Kajian Ketatanegaraan,” sambungnya.
Sidang Tahunan MPR
Taufik Basari juga menyebutkan tentang bagaimana mengoptimalkan peran MPR RI setelah MPR bukan lagi perwujudan kedaulatan rakyat.Salah satu cara mengoptimalkan peran MPR adalah dengan mengoptimalkan Sidang Tahunan MPR. Di awal reformasi, Sidang Tahunan MPR adalah satu kesempatan atau forum bagi lembaga-lembaga negara melaporkan kinerjanya kepada masyarakat. Tetapi, dalam pelaksanaannya, laporan kinerja lembaga negara ini hanya diwakilkan oleh Presiden. Sehingga laporan kinerja itu hanya muncul satu atau dua paragraf dalam pidato Presiden.
“Sekarang sedang berkembang di Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, untuk mengoptimalkan atau mengembalikan Sidang Tahunan MPR menjadi forum atau wadah bagi lembaga-lembaga tinggi negara seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, untuk menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat melalui forum MPR RI. Jadi bukan melaporkan kepada MPR RI, karena kedudukannya sama, tapi melaporkan kepada masyarakat melalui forum MPR RI. Sehingga kita bisa mendapatkan Sidang Tahunan MPR yang lebih optimal dibandingkan hanya mendengarkan laporan kinerja yang diwakilkan Presiden. Hal ini sedang berkembang dalam Komisi Kajian Ketatanegaraan. Hasil kajian ini kita laporkan kepada Pimpinan MPR RI untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan,” pungkasnya. (mgr)