Jurnal Republik- Sholat Tarawih merupakan salah satu ibadah sunnah yang dilakukan umat Islam selama bulan Ramadan. Sholat ini dilaksanakan setelah sholat Isya dan biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid, meskipun juga bisa dikerjakan sendiri di rumah. Sholat Tarawih memiliki sejarah panjang dalam tradisi Islam dan menjadi bagian penting dalam amalan selama Ramadan.
Sejarah Sholat Tarawih
Sejarah sholat Tarawih merujuk pada masa Rasulullah SAW. Pada awalnya, beliau melaksanakan sholat ini secara berjamaah di masjid, namun kemudian berhenti agar tidak dianggap wajib oleh umat Islam. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sholat Tarawih kembali dihidupkan secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang imam, sehingga menjadi tradisi yang terus berkembang hingga saat ini.
Jumlah rakaat sholat Tarawih bervariasi, dengan sebagian besar umat Islam melaksanakannya dalam jumlah 8 atau 20 rakaat. Perbedaan jumlah rakaat ini berasal dari perbedaan riwayat yang ada dalam hadits serta kebiasaan yang berkembang di berbagai wilayah Islam.
Pro dan Kontra Seputar Sholat Tarawih
Sholat Tarawih, meskipun diterima secara luas sebagai ibadah sunnah yang dianjurkan, tetap memiliki beberapa perbedaan pendapat dan perdebatan di kalangan umat Islam. Salah satu perdebatan utama adalah terkait jumlah rakaat yang ideal. Beberapa kelompok berpendapat bahwa sholat Tarawih sebaiknya dilakukan sebanyak 8 rakaat, sesuai dengan riwayat dari Aisyah RA tentang kebiasaan sholat malam Rasulullah SAW. Sementara itu, kelompok lain mendukung pelaksanaan 20 rakaat sebagaimana yang diterapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Selain jumlah rakaat, terdapat juga perbedaan mengenai keutamaan sholat Tarawih berjamaah di masjid atau sendirian di rumah. Sebagian besar ulama menganjurkan pelaksanaannya secara berjamaah untuk mendapatkan pahala yang lebih besar. Namun, ada juga yang berpandangan bahwa melaksanakannya di rumah lebih mendekati kebiasaan Rasulullah SAW.
Aspek lain yang menjadi perdebatan adalah durasi sholat Tarawih. Di beberapa tempat, sholat Tarawih dilakukan dengan bacaan yang panjang sehingga memakan waktu lama, sementara di tempat lain dilakukan dengan bacaan yang lebih singkat. Beberapa orang merasa bahwa sholat dengan bacaan panjang memberikan pengalaman spiritual yang lebih mendalam, sementara yang lain menganggapnya terlalu berat dan kurang efisien.
Pandangan Berbagai Mazhab tentang Sholat Tarawih
Berbagai mazhab dalam Islam memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai sholat Tarawih, terutama dalam hal jumlah rakaat dan tata cara pelaksanaannya.
- Mazhab Hanafi Mazhab Hanafi umumnya mengikuti praktik sholat Tarawih sebanyak 20 rakaat, sebagaimana yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Mereka juga menganjurkan pelaksanaannya secara berjamaah di masjid.
- Mazhab Maliki Dalam mazhab Maliki, sholat Tarawih juga biasanya dilakukan sebanyak 20 rakaat, meskipun terdapat riwayat yang menunjukkan kemungkinan jumlah yang lebih rendah. Mereka cenderung menekankan pentingnya menjaga kekhusyukan dalam sholat daripada jumlah rakaatnya.
- Mazhab Syafi’i Mazhab Syafi’i juga mengikuti jumlah 20 rakaat dan menganggap sholat Tarawih berjamaah sebagai praktik yang sangat dianjurkan. Di beberapa wilayah yang mayoritas bermazhab Syafi’i, sholat Tarawih sering kali dilakukan dengan bacaan yang cukup panjang.
- Mazhab Hanbali Mazhab Hanbali memiliki fleksibilitas lebih dalam jumlah rakaat, meskipun banyak pengikutnya yang melakukan 20 rakaat. Beberapa ulama Hanbali juga membolehkan jumlah yang lebih sedikit seperti 8 rakaat, terutama jika didasarkan pada hadits Aisyah RA.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa sholat Tarawih adalah ibadah yang memiliki fleksibilitas dan dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan pemahaman masing-masing individu dan komunitasnya. Meskipun terdapat perbedaan, umat Islam tetap memandang sholat Tarawih sebagai salah satu amalan yang sangat dianjurkan selama Ramadan untuk mendapatkan pahala dan mendekatkan diri kepada Allah.