Puteri Komarudin Bahas Optimalisasi SIMBARA dan Larangan Impor Pakaian Bekas

banner 468x60

JakartaJurnalRepublik, Sebagai salah strategi untuk mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan mendorong perluasan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar K/L (SIMBARA). Perluasan tersebut mencakup pada komoditas batubara, timah, nikel, bauksit, tembaga, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2025.

Menyikapi perkembangan tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin, mendukung optimalisasi peran SIMBARA untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus meningkatkan kepatuhan wajib bayar.

“Tentunya dalam kesempatan ini, kami mendukung hadirnya SIMBARA ini dalam upaya penguatan transparansi dan akuntabilitas sistem penerimaan negara di sektor mineral dan batubara. Untuk itu, kami ingin melihat sejauh mana perkembangan integrasi SIMBARA khususnya pada lima komoditas itu, apa saja kendala yang masih dihadapi, dan seberapa besar dampak implementasi SIMBARA terhadap realisasi penerimaan PNBP,” ungkap Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI bersama DJA pada Senin (24/11/2025).

Sebagai informasi, DJA mencatat realisasi PNBP sebesar Rp402,4 triliun setara 78,3 persen dari target APBN 2025. Dari jumlah tersebut, kontribusi PNBP dari Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara mencapai Rp89,4 triliun. Untuk itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan bahwa penerapan SIMBARA saat ini diarahkan untuk menutup celah penyalahgunaan bukti pembayaran PNBP.

“Sebelum adanya SIMBARA, bukti pembayaran PNBP bisa disalahgunakan. Satu bukti pembayaran bisa dipakai dua sampai tiga kali. Dengan sistem ini, khususnya untuk data ekspor, penyalahgunaan seperti itu tidak bisa terjadi lagi, karena bukti yang sudah digunakan akan otomatis terdeteksi dan hanya dapat digunakan sekali,” jelas Luky.

Lebih lanjut, Puteri juga menyoroti persoalan kebijakan pelarangan impor pakaian bekas. Ia berpesan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bahwa kebijakan tersebut harus diiringi solusi yang dirumuskan secara komprehensif dari hulu hingga hilir agar tidak menimbulkan persoalan baru di masyarakat.

“Di hulu, penertiban di lapangan perlu diperkuat, termasuk penanganan potensi modus pergeseran HS Code melalui pencampuran barang baru dengan pakaian bekas, serta pengawasan di kawasan perbatasan dan kawasan berikat. Sementara di hilir, perlu ada skema dukungan seperti akses kredit berbunga rendah, fasilitasi alih profesi atau diversifikasi usaha, hingga integrasi ke dalam program pemberdayaan pemerintah. Jadi, memang perlu solusi yang komprehensif dan berimbang untuk mengatasi persoalan ini,” tegas Puteri. (rnm/aha)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan