Jurnal Republik, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji aturan tentang batasan usia untuk bisa mengakses media sosial (Medsos).
Pasalnya, ruang digital dianggap tidak aman untuk anak-anak. Berdasarkan catatan Kementerian Komdigi, 24 persen pertemuan pertama kali seseorang lantaran kenal melalui internet.
“Dua persen di antaranya telah menjadi korban ancaman untuk melakukan aktivitas seksual,” ujar Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Agustina Hermanto, Senin (14/4).
Angka tersebut, ungkap Politisi PDI Perjuangan itu, menunjukkan dunia digital saat ini bukanlah tempat yang sepenuhnya aman tanpa pengawasan ketat.
Wanita yang akrab disapa Tina Toon itu menjelaskan, regulasi yang sedang dikaji tersebut adalah wujud nyata perlindungan generasi penerus bangsa.
Termasuk bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan perlunya perlindungan anak. Khususnya di ruang digital.
Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menegaskan, bagi kalangan anak-anak memerlukan bukan sekadar pembatasan, melainkan pelarangan akses Medsos bagi anak-anak.
Menurut politisi Partai Demokrat itu, langkah yang diambil pemerintah tersebut dipicu meningkatnya kekhawatiran bahwa anak-anak terpapar konten berbahaya.
“Termasuk judi online. Paparan konten berbahaya dapat merusak moral dan kesehatan mental anak-anak,” tegas Mujiyono.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia memungkinkan mengikuti langkah Australia terkait larangan penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun.
Di Australia menggunakan data biometrik. Lalu, bagaimana jika di Indonesia mengkuti langkah tersebut? Memang ada kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan data pribadi.
Mengingat dampak negatif yang signifikan dari paparan konten berbahaya terhadap anak-anak di ruang digital, penerapan aturan serupa dapat dipertimbangkan.
“Namun, penting untuk memastikan bahwa langkah-lanfgkah pemerintah tidak mengorbankan privasi dan kebebasan berekspresi serta upaya peningkatan literasi digital dan keterlibatan orangtua dalam pengawasan aktivitas online anak-anak,” tutur Mujiyono. (stw/df)